TIRANNY OF THE BOTTOM LINE
AKUNTANSI, TRADISIONAL, MODERNITAS DAN GLOBALISASI
Pendahuluan
Buku yang di tulis oleh Estes dengan judul
Tyranny of The Bottom Line, Mengapa
Banyak Perusahaan Membuat Orang Baik Bertindak Buruk yang diterbitkan oleh
Gramedia Pustaka Utama (2005) Jakarta, merupakan buku yang menerik untuk dibaca
dan kaji oleh para Mahasiswa, Praktisi Akuntan, Akuntan Pendidik, Manejer
Perusahaan dan Masyarakat Luas. Awal-awal membaca buku yang di tulis Estes
membuat kita semakin penasaran dengan pertanyaan-pertanyaan yang menarik, yaitu
mengapa perusahaan harus mendapatkan laba, seberapa besar laba dan laba untuk
siapa?.
Estes juga menyampaikan bahwa tujuan
perusahaan awalnya dibentuk untuk melayani kepentingan masyarakat, akan tetapi
tujuan mulia itu berubah ketika perusahaan mengedepankan laba, maka tujuan awal
untuk melayani masyarakat menjadi terabaikan. Bahkan masyarakat menjadi korban
akibat peningkatan laba yang tergetkan oleh perusahaan. Dapat kita lihat bahwa
banyak produk yang dipasarkan oleh perusahaan tidak lagi memenuhi kriteria
standar kelayakan produk, banyak masyarakat menjadi korban akibat produk yang
di jual tersebut.
Bahkan masyarakat tidak dianggap sebagai
investor terbesar dalam perjalanan perusahaan tapi investor adalah yang
menanamkan modal dalam perusahaan, inilah fenomena saat ini yang terjadi.
Fenomena yang terjadi tidak bisa dipisahkan dari perkembangan akuntansi yang dulunya
mengedepankan kebersamaan, akan tetapi akuntansi saat ini menjadi alat
penjajahan di dunia modern maupun globalisasi.
Dalam perkembangan modernisasi dan
globalisasi manejer bekerja bukan lagi untuk kepentingan publik dalam hal
mengedepankan kesejateraan bagi masyarakat tetapi lebih pada bagaimana
mempertahankan jabatan, kinerja perusahaan yang terus mengalami peningkatan dan
pada akhirnya laba yang diperoleh semuanya dibagi kepada investor.
A.
Akuntansi
di Zaman Tradisional
Akuntansi
sebenarnya telah ada semenjak zaman Nabi Adam, ketika kedua putranya Habil dan
Qabil diperintahkan untuk berkorkan kepada Allah SWT sebagai syarat untuk menikahi
Iqlima. Pengorbanan tersebut saat ini dapat dikatakan sebagai biaya karena
Habil dan Qabil mengeluarkan domba serta hasil pertanian untuk mendapatkan
Iqlima, biaya yang dikeluarkan tersebut dapat digolongkan dalam ilmu akuntansi.
Dari
zaman Nabi Adam sampai dengan Nabi Muhammad perkembangan akuntansi terus
berkembang, dapat kita pelajari dalam Al-Qur’an mengatakan bahwa Nabi Musa
memiliki domba sebanyak 12.000 (Dua Belas
Ribu) ekor. Dan di zaman Nabi Muhammad, dia adalah seorang pedagang yang
sukses dan mengatur zakat sesuai perintah Allah SWT, bahkan dalam Al-Qur’an
Surat Al-Baqarah : 282 mengatur tentang pencatatan yang benar dan tidak
berpihak atau pencatatan yang jujur.
Selanjutnya
akuntansi dijalankan oleh para pedagang arab yang menyebar ke berbagai belahan
dunia untuk melakukan perdagangan. Akuntansi yang dijalankan saat itu adalah mencatat
berapa jumlah barang dan berapa harga barang serta keuntungan yang di dapat. Luca
Pacioli menangkap semangat yang bawah
oleh para pedagang arab dan menulis buku tentang Doble Entry pada Tahun 1494,
inilah pertama kali dilakukan pencatan dengan system doble entry.
Di
Indonesia sendiri perkembangan akuntansi telah dilakukan sebelum pedagang arab
masuk ke Indonesia. Barter merupakan salah satu alat tukar yang dilakukan oleh
para petani, bahkan barter merupakan alat yang sangat menjunjung tinggi kebersamaan
dan kekeluargaan.
Ketika
pedagang arab datang ke Indonesia, sistem barter ini masih tetap berlaku
sebelum di atur oleh kerajaan di wilayah mereka berjualan. Kerajaan-kerajaan di
Indonesia telah melakukan pencatatan terhadap aset, pendapatan pajak dan
pengeluaran terhadap gaji sultan dan karyawan, akuntansi yang berlaku saat itu
merupakan akuntansi yang masih menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian karena
pembayaran masih belum menggunakan mata uang. Semua perdangangan yang terjadi
harus diketahui oleh pihak kerajaan dan harus membayar pajak dari aktivitas
transaksi tersebut. Dampak pengaturan yang dilakukan oleh kerajaan yaitu untuk
melindungi kepentingan masyarakat dan para pedagang arab yang berdagang dan
membeli rempah-rempah di indonesia.
Bahkan
sistem barter berkembang tidak hanya dilakukan antara pedagang arab dengan
masyarakat indonesia, tetapi dari berbagai Negara seperti India, Spanyol,
Portugal, Inggris, Jepang dan Belanda. Sehingga peran Kerajaan sangat penting
untuk mengeluarkan berbagai aturan untuk
melindungi masyarakat di bawah kekuasaannya..
B.
Akuntansi
di Zaman Modern
Akuntansi
tradisional di zaman modern, sudah di anggap sebagai sesuatu yang kaku untuk
diterapkan. Karena akuntansi modern lebih mengedepankan nilai yang lebih manfaat
dimasa yang akan datang yaitu semuanya harus di nilai dengan uang. Ketika perubahan
itu terjadi akuntansi sudah tidak lagi mengedepandankan kepentingan publik tapi
lebih kepada kepentingan perusahaan.
Jepang
dan Belanda yang telah mengenal modernisasi serta telah berbisnis yang modern
dengan menggunakan pencatatan doble entry dengan tujuan mendapatkan laba yang
sebesar-besarnya sehingga berdampak buruk terhadap warga Negara Indonesia. Awal
misinya yaitu ingin meningkatkan kesejatraan masyarakat Indonesia, bukan
semata-mata mencari laba. Bottom line saat itu juga telah diterapkan yaitu mendapatkan
laba yang sebesar-besarnya tanpa memperdulikan hal-hal kemanusiaan. Penanaman
paksa merupakan hal yang wajib dilakukan, masyarakat lokal dijadikan buruh
ketika melakukan perlawanan maka akan di bunuh dan dijadikan pelajaran kepada
yang lain ketika akan melakukan hal yang sama.
Saat
ini bottom line masih tetap sama yaitu meningkatkan laba sebesar-besarnya yang
pada akhirnya dibagi kepada pemegang saham tanpa memperdulikan hal-hal
kemanusiaan. Kalaupun hal-hal kemanusiaan dilakukan hanya untuk memperbaiki
atau meningkatkan kepercayaan publik terhadap usaha yang dijalankan. Bahkan
regulasi yang dikeluarkan lebih mempermudah perusahaan-perusahaan raksasa atau investor
masuk ke Indonesia dan bahkan diistemewakan, sementara para karyawan yang
meninggal akibat perusahaan tidak memperdulikan kesamatan kerja, kerusakan
lingkungan dan pembabasan pajak, prodak yang membayakan konsumen semua yang
terjadi seakan-akan sebagai fenomena yang terjadi tanpa penyebab.
Perkembangan
dunia bisnis terus mengalami kemajuan bahkan satu perusahaan dapat membuka izin
di Negara lain. Perusahaan yang mampu bertahan adalah perusahaan mampu bersaing
dengan yang lain dengan mempu menarik perhatian
investor untuk menanmkan modal di dalam perusahaan tersebut. Akan tetapi
kompetitif tersebut tidak diimbangi dengan kualitas produk yang jual kepada
konsumen.
Mempertahankan
jabatan, meningkatkan laba serta citra perusahaan merupakan tanggung jawab investor,
direksi dan manajemen bukan tanggung jawab karyawan. Berbagai kasus akisisi
perusahaan karyawan menjadi korban, demi mempertahankan perusahaan tetap
berjalan itulah solusi terbaik yang dilakukan oleh perusahaan. Bertahun-tahun
bahkan berpuluh tahun karyawan telah bekerja diperusahaan di PHK dengan
diberikan pasangon sesuai dengan masa kerja.
Iniah
bencana akuntansi di zaman modern yang dikatakan bebas nilai ternyata hanyalah
symbol, sebenarnya akuntansi adalah syarat dengan nilai, sehingga akuntansi
bukan lagi solusi untuk Sherholder
tapi hanya untuk Stekholder. Akuntansi
di zaman modern terus mengalami perkembangan yang sangat cepat dengan
dikeluarkan berbagai standar dan dibentuk berbagai komite yaitu IASB, IAS,
IOSOCdan IFAC.
Komite
yang dibentuk lebih cenderung membahas terhadap kewajaran laporan keuangan,
transparasi serta akuntabilitas dan tidak tersentuh terhadap nilai-nilai
kemanusiaan bahkan gaji karyawan, kerusakan lingkungan, komplen masyarakat
terhadap suatu produk,dll semunya digolongkan dalam beban biaya yang harus
ditanggung oleh perusahaan bukan digolongkan pada aset perusahaan.
C.
Akuntansi
di Zaman Globalisasi
Berbeda
dengan zaman modern, di zaman globalisasi akuntansi di rancang untuk digunakan
di seluruh dunia tanpa batas dan hukumnya wajib ketika suatu Negara mau
bersaing di pasar modal. Bahkan aturan yang dibuat lebih memberikan ruang gerak
yang bebas bagi para investor di berbagai penjuru dunia untuk menanamkon modal
di perusahaan yang diinginkan.
IFRS
merupakan satu-satunya standar yang saat ini di pakai untuk pelaporan akuntansi
yang dapat dibaca oleh dunia, akan tetapi dalam standar yang diciptakan tidak
terlepas dari kepentingan politik Negara-negara yang menciptakan standar
tersebut. Dengan IFRS transfer modal antara Negara-negara berkuasa terhadap
Negara-negara berkembang semakin bebas untuk dilakukan.
Bahkan
kebebasan ini dapat dikatakan sebagai penjajahan dunia ketiga, Negara
berkembang ditekan untuk selalu bergantung terhadap Negara penguasa modal.
Hasilnya adalah nilai-nilai kemanusiaan dengan sendirinya terabaikan.
Globalisasi yang dikampanyekan akan membawa kesejatraan bagi masyarakat secara
global dan meningkatkan perekonomian Negara-negara berkembang di dunia
internasional ternyata hanyalah symbol yang pada akhirnya masyarakat
internasional juga harus menerima akibat dampak dari globalisasi itu sendiri.
Dampak
dari globalisasi yang dirasakan oleh Negara-negara berkembang salah satunya
adalah indonesia. Saat ini regulasi tentang perpajakan yaitu Tex Holydey yang diberikan kepada
investor asing sehingga dapat meningkatkan investasi di Indonesia. Sementara
Koperasi di Indonesia yang merupakan tulang punggung perekonomian bangsa,
ketika memperoleh laba dikenakan pajak
5% dan tidak mendapatkan laba tetap membayar 1%. Bukan saja koperasi regulasi
tentang ekspor dan impor juga mengalami hal yang sama, dapat disimpulkan bahwa
dengan globalisasi penjahan tidak lagi seperti perang menggnakan senjata tetapi
penjajahan menggunakan akuntansi dengan di dukung dengan regulasi serta
politik.
Seyogyanya
kita mempertanyakan kembali laba yang diperoleh investor di indonesia, karena
investor tidak membayar pajak akan tetapi perusahaan sebagai pengekola yang
membayar pajak dan seharusnya laba yang diperoleh harus disimpan di Negara Indonesia
bukan di Negara investor berdomisil. Dan mempertanyakan kembali apa dampak
globalisasi yang membawa manfaat bagi Bangsa Indonesia jika semua aset
perekonomian dikuasai oleh investor asing. Apakah ini yang dinamakan perbudakan
di zaman globalisasi antara Negara Berkembang terhadap Negara penguasa modal.
D.
Pendapat
Kritis
Di
zaman globalisasi yang tidak kita hindari seharusnya pemerintah Republik
Indonesia lebih memperhatikan kesejatraan masyarakat bukan sekedar
mengkampayenkan bahwa globalisasi akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi akan
tetapi dapat mengusai sektor-sektor pertanian secara utuh dan jika modal akan
mendatangkan investor asing seharusnya harus di buat regulasi yang lebih
memihak terhadap kepentingan bangsa diatas kepentinagn pribadi maupun desakan
globalisasi tersebut.
Negara
yang kaya raya tetapi menjadi budak untuk Negara penguasa modal dan di anggap sesuatu yang biasa bahkan menjadi
kebutuhan. Akankah bangsa ini terus terjajah dengan perekonomian globalisasi.
Indonesia merupakan Negara yang terkenal dengan Negara Agraria, Peternakan, dan
Pertambangan, akan tetapi semuanya harus di impor dari Negara yang dulunya di
ekspor yang pada akhirnya harus membelinya dengan harga yang tinggi. Apakah
Indonesia tidak mampu untuk menciptakan sendiri untuk memenuhi kebutuhan dalam
negeri?.
Pertanyaan
ini telah lama diajukan, alasan yang sering kita dengar adalah Indonesia tidak
mempunyai insfrastruktur untuk memproduksi sendiri. Kalau diperhatikan jawaban
tersebut sangat tidak ilmiah. Harus ditanyakan lagi apakah tidak mempunyai dana
ataukah ada kepentingan lain ketika Indonesia mampu memproduksi sendiri.
Seharusnya
Pemerintah saat ini dapat belajar dari Presiden pertama Soekarno tentang
penolakan ekonomi global dan lebih memperbaiki ekonomi nasional yang menjunjung
tinggi ekonomi lokal yang ada di tanah air. Karena Indonesia mempunyai alam
yang kaya raya yang dapat dikelola dan dapat membawa bangsa Indonesia pada
kemakmuran tanpa bayang-bayang penjajahan dalam wujud kapitalisme.
E.
Kesimpulan
Akuntansi
terus berkembang dan menjadi alat untuk mengukur kesuksesan, sayangnya
perkembangan akuntansi yang terjadi begitu pesat telah mengabaikan nilai-nilai
kemanusian sehingga akuntansi saat ini dikatakan sebagai alat kapitalisme.
Bottom line merupakan salah satu satu ukuran ketika seseorang akan menilai
kesuksesan perusahaan bukan pada seberapa besar perusahaan mempunyai pelanggan
atau konsumen, atau seberapa besar pengaruh sherholder
terhadap kesuksesan perusahaan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam
akuntansi tidak ada penilian yang mengangkat nilai-nilai kemanusiaan yang ada
hanyalah bagaimana mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya seseuai dengan
tujuan investor, walaupun tujuan awal berdirinya perusahaan adalah melayani
kepentigan publik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar